Makalah Demam Berdarah Dengue | DBD
BAB I. PENDAHULUAN
Pada zaman sekarang ini berbagai macam penyakit terus di temukan dan
terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman,baik pola
penularan,pengobatan, pencegahan serta penyebabnya pun berbeda – beda
mulai dari penyakit yang ringan sampai yang sulit di sembuhkan.
Demam berdarah dengue atau yang biasa di singkat DBD adalah salah satu
penyakit yang sulit di sembuhkan hal ini di sebabkan karena Sampai saat
ini belum ditemukan obat atau vaksin untuk penanggulangan DBD ini.
Demam berdarah dengue banyak terjangkit di daerah tropis dan subtropis.
Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita demam berdarah
dengue tiap tahun. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena curah hujan di
Asia yang sangat tinggi terutama di Asia timur dan selatan ditambah
dengan sanitasi lingkungan yang tidak bagus.
Penyakit DBD pertama kali di indonesia di temukan di Surabaya pada tahun
1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru di dapat pada tahun 1972.
sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai
tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor – Timur telah
terjangkit penyakit. Sejak pertama kali di temukan, jumlah kasus
menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas
wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap
tahun.
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate ( IR ) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun
tajam sebesar 10.17%, namun tahun – tahun berikutnya IR cenderung
meningkat yaitu 15.99 ( tahun 2000); 21.66 ( tahun 2001 ); 19.42 ( tahun
2002 ) dan 23,87 ( tahun 2003 ).
Hampir setiap tahun, di bulan-bulan tertentu, selalu saja ada berita
tentang kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Penyakit ini
tiap tahun telah membawa banyak korban jiwa, bahkan jumlah kasus serta
korban jiwa meningkat tiap tahunnya.DBD terjadi berulang-ulang setiap
tahun. DBD merupakan salah satu penyakit penting di Indonesia dan
memerlukan penanganan yang menyeluruh dan integral, agar penyakit ini
tidak lagi menimbulkan banyak korban jiwa.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bandung, jumlah penderita DBD pada
Januari 2009 mencapai 783 kasus. Jumlah itu lebih besar dibandingkan
dengan Januari 2008 yaitu sebanyak 545 kasus. Sementara itu, total
jumlah penderita DBD di tahun 2008 sebanyak 4.432 kasus.
Kecenderungannya menurun jika dibandingkan dengan tahun 2007 yang
mencapai 4.717 kasus. Berdasarkan data tahunan Dinas Kesehatan Kota
Bandung, puncak penyebaran virus DBD selalu terjadi pada caturwulan
pertama setiap tahun, antara Februari-April.
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Demam Berdarah Dengue ( DBD )
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue dengan genusnya adalah favivirus. Virus ini mempunyai empat
serotipe yang di kenal dengan DEN- 1, DEN- 2, DEN- 3, dan DEN- 4, yang
di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus,
yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada
sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan – perdarahan.
B. Mengenal nyamuk Ae.Aegypti
Mengenali nyamum Ae. aegypti sangat mudah. Beberapa ciri khusus untuk
mengenali nyamuk ini antara lain dari pola hitam putih di tubuhnya,
sepeti di kaki dan diperutnya.
Tetapi perlu hati-hati, tidak semua nyamuk yang belang-belang adalah
nyamuk Ae. aegypti. Masih ada beberapa ciri khusus lagi yang
membedakkannya dengan nyamuk jenis lain. Perhatikan pola di punggungnya.
Ae. aegypti memiliki dua garis putih di tengah dan di sisinya ada dua
garis melengkung. Perhatikan baik-baik di bagian punggung nyamuk ini.
Cara nunggingnya pun bisa digunakan untuk membedakan nyamuk ini dengan
jenis nyamuk yang lain. Perhatikan kembali gambar skema di bawah ini.
Kalau diperhatikan lebih jauh lagi ada perbedaan penting pada bentuk
larva Ae. aegypti. Larva nyamuk, kita sering menyebutnya jentik nyamuk,
memiliki bentuk khusus pada sipon-nya. Sipon adalah alat pernafasan
larva yang letaknya di bagian ekor. Perhatikan gambar di bawah ini.
Sipon jentik Ae. aegypti berukuran sedang dibandingkan dengan sipon
jenis lain.
Pupa larva ini juga sangat khas. Pupa Ae. aegypti berbeda dengan pupa
serangga lain. Kalau kupu-kupu biasanya bertapa ketika menjadi pupa,
nyamuk justru aktif ke sana ke mari ketika berbentuk pupa. Punya nyamuk
seperti gambar di bawah ini.
C. Siklus hidup Ae.Aegypti
Sedangkan siklus hidup nyamuk ini seperti gambar di bawah ini. Nyamuk
Ae. aegypti bertelur di air. Pertama nyamuk bertelur, telur menetas
menjadi larva instar ke-1, instar ke-2, instar ke-3, instar ke-4, pupa,
dan akhirnya menjelma menjadi nyamuk dewasa.
D. Masa inkubasi dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue
Masa tunas / inkubasi selama 3 – 15 hari sejak seseorang terserang virus
dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan
gejala demam berdarah sebagai berikut :
1. Demam tinggi yang mendadak 2 – 7 hari ( 38 – 40 derajat Celsius ).
2. Pada pemeriksaan uji tourniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.
3. Terjadi pembesaran hati ( Hepatomegali ).
4. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
5. Terjadi penurunan trombosit di bawah 100.000 / mm3 (Trombositopeni)
6. timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual,muntah
penurunan nafsu makan ( anoreksia ),sakit perut diare,menggigil kejang,
sakit kepala, mimisan ( epitaksis ) pada hidung dan gusi, feces
berlendir dan campur darah ( malena ).
7. Demam yang di rasakan penderita menyebabkan pegal / sakit pada persendian.
8. Munculnya bintik – bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah
9. Pada kasus berat gejala klinis di tambah dengan terjadinya akumulasi cairan pada rongga tubuh
E. Diagnosis
Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Biasanya yang
terjadi adalah demam tanpa adanya sumber infeksi, ruam petekial dengan
trombositopenia dan leukopenia relatif. Serologi dan reaksi berantai
polimerase tersedia untuk memastikan diagnosa demam berdarah jika
terindikasi secara klinis. Mendiagnosis demam berdarah secara dini dapat
mengurangi risiko kematian dari pada menunggu akut.
F. Penularan
Ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif, terutama Aedes aegypti.
Ini adalah spesies nyamuk yang menggigit pada siang hari, dengan
peningkatan aktivitas menggigit sekitar 2 jam sesudah matahari terbit
dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam. Aedes aegypti maupun Aedes
albopictus ditemukan di daerah perkotaan; kedua species nyamuk ini
ditemukan juga di AS. Aedes Albopictus, sangat banyak ditemukan di Asia,
tidak begitu antropofilik dibandingkan dengan Aedes Aegypti sehingga
merupakan vector yang kurang efisien. Di Polinesia, salah satu jenis
dari Aedes Aegypti Scutellaris spp, bertindak sebagai vector. Di
Malaysia, vectornya adalah kompleks Aedes Aegypti Niveus dan di Afrika
Barat adalah kompleks nyamuk Aedes Aegypti furcifer-taylori berperan
sebagai vector penularan nyamuk-monyet.
G. Penyebaran
Kasus penyait ini pertama kali di temukan di Manila, Filipina pada tahun
1953. kasus pertama kali di laporakan terjadi di Surabaya dan Jakarta
dengan jumlah kematian sebanya 24 orang. Beberapa tahun kemudian
penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di Indonesia, dengan jumlah
kasus sbagai berikut :
- Tahun 1996 : jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah ematian sebanya 1.234
- Tahun 1998 : jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.414 orang ( terjadi ledakan ).
- Tahun 1999 : jumlah kasus 21.134 orang
- Tahun 2000 : jumlah kasus 33.443 orang
- Tahun 2001 : jumlah kasus 45.904 orang
- Tahun 2002 : jumlah kasus 40.377 orang
- Tahun 2003 : jumlah kasus 50.131 orang
- Tahun 2004 : jumlah kasus 26.015 orang dengan jumlah ematian sebanyak 389 orang.
H. Pengobatan
Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi
perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok/presyok, yaitu dengan
mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air
dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu).
Penambahan cairan tubuh melalui infuse ( intravena ) mungkin di perlukan
untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan.transfusi
platelet di lakukan jika jumlah platelet menurun drastis. Selanjutnya
adalah pemberian obat – obatan terhadap keluhan yang timbul,misalnya :
- Paracetamol membantu menurunkan demam
- Garam elektrolit ( oralit )jika di sertai diare
- Antibiotic berguna untuk mencegah infeksi sekunder
- Lakukan kompress dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa tim medis menyarankan kompres dapat dilakukan dengan alkohol. Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai trombosit darah.
I. Epidemiologi
Wabah pertama terjadi pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia,
Afrika, dan Amerika Utara. Penyakit ini kemudian dikenali dan dinamai
pada 1779. Wabah besar global dimulai di Asia Tenggara pada 1950-an dan
hingga 1975 demam berdarah ini telah menjadi penyebab kematian utama di
antaranya yang terjadi pada anak-anak di daerah tersebut.
J. Pencegahan ( Pengendalian Nyamuk Ae. Aegypti )
DBD disebabkan oleh virus dan penyebarannya melalui vektor nyamuk. Dari
sekian banyak jenis nyamuk, hanya satu nyamuk yang menjadi vektor DBD,
yaitu Aedes aegypti. Oleh karena itu untuk mengendalikan penyebaran DBD
dilakukan dengan mengendalikan vektor nyamuk ini yaitu dengan beberapa
metode sebagai berikut :
a. lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ),pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembang biakan nyamuk dan perbaikan desain rumah
sebagai contoh : menguras bak mandi atau penampungan air sekurang –
kurangnya sekali seminggu,mengganti dan menguras vas bunga dan tempat
minum burung seminggu sekali menutu dengan raat tempat penampungan
air,mengubur kaleng – kaleng bekas,aki bekas dan ban bekas di sekitar
rumah.tumpah atau bcornya air dari pipa distribusi,katup air, meteran
air dapat menyebabkan air menggenang dan menjadi habitat yang penting
untuk larva Ae.Aegypti jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.
b. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
( kan adu / ikan cupang ), dan bakteri ( Bt.H – 14 ). Peran pemangsa
yang di mainkan oleh copepod crustacea ( sejenis udang – udangan ) telah
di dokumnetasikan pada tahun 1930 – 1950 sebagai predator yang efektif
terhadap Ae.Aegypti ( Kay BH, 1996 ).selain itu juga di gunakan
perangkap telur autosidal ( perangkap telur pembunuhan ) yang saat ini
sedang dikembangkan di singapura.
c. Kimia
Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan ( fogging / dengan
menggunakan malathion dan fenthinol ),berguna untuk mengurangi
kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu memberikan bubuk abate
( temephos ) pada tempat – tempat penampungan air seperti gentong air,
vas bunga, kolam dan lain – lain. Cara yang paling efektif dalam
mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara – cara di
atas, yang di sebutkan dengan 3M plus,yaitu menutup,menguras dan
mengubur barang – barang yang bisa di jadikan sarang nyamuk.selain itu
juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan
jentik,menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang
kasa, menyemprot dengan insektisida,menggunakan repellent,memasang obat
nyamuk dan memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi setempat (
Deubel V et al, 2001 ).pemerintah juga memberdayakan masyarakat dengan
mengaktifkan kembali ( revitalisasi ) pokjanal DBD di Desa / Kelurahan
maupun kecamatan dengan pemberian penyuluhan kesehatan lingkungan dan
pemeriksaan jentik berkala.perekrutan warga masyarakat sebagai juru
pemantau jentik ( jumantik ) dengan fungsi utama melaksanakan kegiatan
pemantauan jentik,pemberantasan sarang nyamuk secara periodik dan
penyuluhan kesehatan.peran media massa dalam penanggulangan KLB DBD dan
sebagai peringatan dini kepada masyarakat juga di tingkatkan dengan
adanya sistem pelaporan dan pemberitahuan kepada khalyak yang cepat di
harapkan masyarakat dan departemen terkait lebih waspada.intensifikasi
pengamatan ( surveilans ) penyakit DBD dan vektor dengan dukungan
laboratorium yang memadai di tingkat PusKesMas Kecamatan / Kabupaten
juga perlu dibenahi.
K. Dengue dan Permasalahannya
sampai saat ini belum di temukannya obat atau vaksin untuk
penanggulangan DBD ini. Beberapa usaha yang berhubungan dengan
pengembangan obat telah dan tengah di lakukan . dala satu penelitian di
katakan bahwa interferon , ribavirin, 6 – azauridine, and glycyrrhizin
menghambat perkembangabiaan flavivirus termasuk virus dengue secara in
vitro ( Crance et al, 2003 ), tetapi belum di buktikan secara invivo.
Begitu juga dengan usaha pengembangan antivirus dengan penemuan
inhibitor enzim yang di perlukan untu perkembangabiakan virus seperti
protease,helikase, RNA polimerase, dan lain – lain. Semua percobaan baru
pada tahap pengujian ativitas secara in vitro, yang masih jauh dari
pengembangan menjadi obat yang biasa di gunakan untuk pasien.
Demikian juga halnya dengan pengembangan vaksin. Ada beberapa kesulitan
untuk pengembangan vaksin dengue ini. Di antaranya adalah kompleksnya
virus dengue ini. Di antaranya terdiri dari 4 serotipe ( DEN – 1, DEN –
2, DEN – 3, dan DEN – 4 ), sehingga vaksin yang di kembangkan harus
mengandung antigen dari ke empat serotipe tersebut.
Kesulitan yang kedua adalah infeksi virus dengue ini tidak mengindus
antibodi yang bisa menahan tubuh dari serangan. Pada kebanyakan virus,
infeksi akan mengindus antibodi yang bisa menahan tubuh terhadap
serangan virus berikutnya. Tapi hal ini berbeda dengan virus dengue.
Infeksi pertama (primary infection) malah mempermudah tubuh untuk
mendapat serangan berikutnya (secondary infection). Begitu juga gejala
yang diakibatkannya. Serangan berikutnya menimbulkan gejala yang lebih
berat dan fatal. Jika pada serangan pertama hanya menyebabkan panas
(dengue fever/DF), serangan berkutnya bisa menyebabkan panas beserta
perdarahan ( Dengue Hemmoragic Fiver / DHF ) atau bahakan di sertai
shock ( Dengue Shock Sindrome / DSS ).
Karena itu, pengembangan vaksin harus disertai dengan pertimbangan
kemungkinan ini. Artinya, kita harus menemukan kondisi yang optimal agar
pemberian vaksin tidak membuat tubuh lebih sensitif terhadap serangan
virus dengue. Di antara kondisi yang harus dipertimbangkan bisa berupa
jumlah dosis, jumlah vaksin itu sendiri, komposisi masing – masing
serotipe, dan lain – lain.
Daftar Pustaka
- Pedoman pengobatan dasar di PusKesMas berdasarkan gejala, Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2001
- http://www.google.co.id/search?hl=id&client=firefoxa&channel=s&rls=org.mozilla%3Aid%3Aofficial&hs=Wny&q=demam+berdarah+dengue&btnG=Telusuri&meta=
- http://medisiana.com/viewtopic.php?p=433#433
- http://www.mediaindo.co.id/cetak/berita.asp?id=200402260145405
Tidak ada komentar:
Posting Komentar